Menurut kaidah konservasi dan peraturan perundang-undangan yang ada, bahwa kegiatan eksploitasi migas di kawasan konservasi adalah dilarang. Namun kenyataannya konsisi ini sejak tahun 1971 hingga sekarang masih berlangsung di 12 kawasan investasi oleh 12 perusahaan migas hulu, dan belum ada solusi penyelesaiannya. Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak, yaitu terganggunya fungsi kawasan konservasi dan produksi migas menjadi marjinal, tidak dapat dikembangkan secara optimal. Dalam situasi ini, terdapat banyak kelemahan dari hal penerapan kebijakan aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan kebijakan aspek kelembagaan yang menentukan pengaturan pelaksanaan pola bisnis migas seperti apa agar deposit atau cadangan migas yang ada di kawasan konservasi boleh dieksploitasi, dan sistem pengelolaan lingkungan seperti apa yang harus diterapkan agar dapat menekan dampak pada kawasan konservasi.

Dengan adanya kegiatan eksploitasi migas di kawasan konservasi, akan terjadi pembukaan lahan untuk migas, yang berdampak kepada terjadinya perubahan bentang alam ekosistem hutan, fragmentasi hutan, gangguan fungsi hidrologi, erosi dan sedimentasi. Hilangnya vegetasi akan mengakibatkan gangguan terhadap keanekaragaman hayati flora dan fauna yang akan kehilangan spesies kunci. Adanya aktivitas manusia dan aksesibilitas di dalam kawasan hutan akan menimbulkan adanya perladangan, illegal logging dan kebakaran hutan, yang merupakan dampak sekunder yang sulit diprediksi dan dikendalikan. Keseluruhan dampak tersebut akan mengganggu fungsi kawasan konservasi.