Record Detail
Text
Teknologi pembangkit listrik ramah lingkungan
Buku Teknologi Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan, memberi informasi dan pengayaan wawasan tentang energi dan ketenagalistrikan. Pada awal 1970-an, teknologi mulai dapat mengatasi hujan asam dan pengotoran asam sulfat di udara, dengan munculnya pembangkit listrik jenis baru yang dilengkapi dengan Selective Catalyst Reduction (SCR), Fluidized Gos Desulfurization (FGD), dan teknologi bersih lingkungan lainnya. Kemudian digunakannya teknologi baru supercritical dan ultra-supercritical power plants yang beroperasi di atas suhu dan tekanan kritis di atas triple-point dalam termodinamika.
Selanjutnya, berbagai usaha teknologi diarahkan pada pengurangan bahkan penghilangan (eradikasi) gas rumah kaca atau green house gases (GHG), yaitu emisi karbon dioksida yang menghasilkan pemanasan global. Pada saat ini, teknologi penyimpanan gas rumah kaca dalam waktu yang sangat lama diarahkan pada pemanfaatan bekas tambang migas, mineral, dan garam di dalam tanah, atau laut dalam. Metode ini disebut CCS atau carbon capture and sequestration yang mulai dilirik banyak negara yang bergantung pada pemanfaatan energi fosil (batubara, dll.) dalam pembangkitan energi listrik, seperti Amerika Serikat, Jerman, Cina, Eropa Timur, dan mungkin Indonesia.
Metode CCS masih dalam pengembangan komersial dalam hal teknologi, kemapanan, dan ekonominya, tetapi di seluruh dunia telah diterima sebagai teknologi yang menjanjikan. Teknologi ini tidak seluruhnya berhasil menghilangkan pencemaran lingkungan dari gas-gas SOx (sulfur), NOx (nitrogen), dan SO2 (gas rumah kaca), tetapi hanya mampu mengurangi hingga batas yang aman menurut ketetapan international, baik yang diatur oleh Protokol Kyoto maupun COP-15 UNFCCC Copenhagen pada Desember 2009.
Sementara itu, pemanfaatan pembangkit listrik dari energi terbarukan, seperti sinar matahari, energi angin, biomassa, hidrolistrik, ombak laut, dan lain-lain, telah berkembang pesat di seluruh dunia sehingga membuat sasaran produksi energi listrik dari energi terbarukan mencapai angka 20% pada 2030.
Indonesia belum menargetkan sasaran-sasaran seperti itu karena pasokan batubara sebagai energi primer ketenagalistrikan cukup banyak, diikuti oleh pasokan gas bumi, coal bed methane (CBM), dan gambut sebagai batubara muda. Akan tetapi, sebenarnya sistem ketenagalistrikan di semua wilayah di luar sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali) dapat ditopang oleh sumber-sumber energi terbarukan, khususnya hidrolistrik, panas bumi, sinar matahari, dan angin.
Hasil pengembangan energi baru belum sepenuhnya dimanfaatkan di Indonesia. Energi baru adalah energi yang berhasil dikembangkan sebagai hasil program ristek, seperti PLTN (energi nuklir), MHD (magneto hidro dinamika), OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), fuel ceII, listrik dari gradien osmosis muara sungai, dan lain-lain. Sementara itu, pengembangan wacana di dunia telah meyakini bahwa energi baru masa depan adalah energi terbarukan dari samudra, seperti OTEC, gradien energi, dan osmosis pada muara sungai, juga energi dari arus laut, pasang surut, serta ombak laut yang diprediksi dapat memenuhi seluruh kebutuhan energi dunia terhadap energi listrik.
Availability
2019-0099 | 621.313 ABD T | Purnomo Yusgiantoro Center Library | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
621.313 ABD T
|
Publisher | ITB Press : Bandung., 2018 |
Collation |
xvi, 165 hlm. : 26 cm.
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
978-602-0705-45-3
|
Classification |
621.313
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
Abdulkadir, Ariono
|
Other version/related
No other version available